Kamis, 22 Mei 2008

Migran Indonesia dalam Jeratan Hutang

Hongkong adalah salah satu negara tujuan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI). Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan 700.000 pengiriman TKI ke negara ini dan saat ini, sekitar 120.00 TKI bekerja di sana. Mayoritas adalah perempuan, sedang kaum laki-laki hanya berjumlah sekitar 1%. Perempuan-perempuan tersebut kebanyakan berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Hal ini diungkapkan Eni Lestari, Ketua ATKI-HK (Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia-Hong Kong), dalam diskusi publik bertajuk “Gerakan Pemberdayaan Perempuan dalam Konteks Muslim” yang berlangsung di Jakarta, Senin (28/4).

Seperti TKI di negara lain, TKI di Hongkongpun kerap bermasalah. Permasalahan ini sudah dimulai sejak proses perekrutan. Adanya kebijakan yang mengharuskan pengiriman TKI melalui PJTKI swasta merupakan salah satu bibit permasalahan. Ketika melakukan perekrutan banyak PJTKI tidak memberikan informasi awal. Hal itu juga mengakibatkan hampir 100% buruh migran Indonesia terjebak dalam jeratan hutang (debt bodage) karena mulai perekrutan sampai mereka ditempatkan di negara tujuan harus diongkosi sendiri oleh calon TKI. Adanya penyitaan paspor oleh perekrut juga menjadi persoalan tersendiri bagi mereka. Hal ini tentu saja menjadikan ruang gerak bagi mereka sangat terbatas dan tidak dapat berbuat apa-apa ketika terjadi kekerasan yang menimpanya.

Menurut survey yang dilakukan oleh PILAR, sekitar 40% migran Indonesia di Hongkong disita paspornya oleh agensi. Hal ini dilakukan untuk menyandera buruh migran agar mereka membayar biaya penempatan senilai HK$21.000 dan tidak lari dari majikan meskipun mereka mendapat perlakukan kasar, juga agar buruh migran tersebut mematuhi agensi.
Konsulat sendiri telah mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan kepada asosiasi agensi Hongkong agar mereka melepas paspor buruh migran yang mereka sita dan menghukum mereka yang tidak melakukannya. Dengan syarat inipun belum sepenuhnya kuat karena masih banyak orang Indonesia yang belum mendapatkan paspor mereka kembali hingga sekarang.

Baru-baru ini Konsulat mengakui bahwa ada sekitar 150 orang Indonesia memperbarui paspor mereka setiap hari. Waktu pendaftaran yang hanya pagi hari mengakibatkan waktu dua minggu untuk mendapatkan paspor mereka kembali. Konsulat yang hanmpir tidak memberikan pelayanan pada hari minggu disaat para buruh migrant memperoleh libur merupakan permasalahan tersendiri bagi mereka. Hal ini tentu saja karena kebanyakan dari mereka adalah pekerja domestic sehingga mereka harus membujuk majikan mereka terlebih dahulu agar bisa meninggalkan rumah pada pagi hari.

Menanggapi permasalahan ini, pemerintah pusat di Jakarta telah menunjuk konsulat di Hongkong untuk memenuhi kebutuhan rayat Indonesia di Macau.(JS)

Tidak ada komentar: