Minggu, 27 April 2008

Kebangkitan Politik Perempuan

Adriana Venny

Tak terasa persiapan Pemilu 2009 sudah di depan mata, dan UU Parpol No.2 tahun 2008 serta UU Pemilu No.10 tahun 2008 juga sudah disahkan. Berkaitan dengan isu perempuan, UU Parpol yang disahkan pada tanggal 6 Desember, mengharuskan 30 % perempuan dalam pendirian dan pengurusan partai. Sementara UU Pemilu yang disahkan tanggal 3 Maret 2008 yang lalu mewajibkan kompisisi 3:1 perempuan dalam daftar caleg setiap parpol. Namun mengingat tidak adanya sanksi, karenanya tugas kelompok perempuan bersama dengan KPU masih sangatlah besar, terutama dalam terus memantau satu persatu tiap parpol, hingga Pemilu 2009, sudahkah mereka memasukkan 30% perempuan dalam pendirian maupun kepengurusan dan memasukkan 3:1 perempuan dalam daftar caleg. Semua ini demi agar tindakan khusus sementara 30 % perempuan di parlemen dapat terealisir. Sayapun sebagai salah satu aktivis di Lembaga Partisipasi Perempuan menyadari bahwa ini merupakan tugas kami untuk memastikan bahwa dalam Pemilu 2009 akan lebih banyak perempuan berpartisipasi dalam dunia politik.


Pertanyaannya lalu mengapa tindakan khusus sementara 30 % menjadi demikian penting? Bila hal ini kita tarik dalam inti kebijakan publik dan di kehidupan nyata, nasib perempuan Indonesiapun tidak terlampau menggembirakan, laporan PBB yang dilansir tanggal 18 April 2007 yang lalu, menyebutkan bahwa salah satu poin ketidakadilan gender, Indonesia tiap tahunnya kehilangan 2,4 milyar dollar karena diskriminasi upah di bidang pekerjaan dan partisipasi antara perempuan dan laki-laki. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan upaya penghapusan kemiskinan karena kenyataannya, perempuan selalu menjadi kelompok yang tertinggal dalam pembangunan. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) juga mengingatkan bahwa tujuan pembangunan milenium menetapkan tolok ukur keberhasilan yaitu turunnya separoh angka kemiskinan di tahun 2015, sedangkan kemiskinan di Indonesia masih berwajah perempuan, diakibatkan antara lain karena kemiskinan itu mendera lebih dari jumlah 60% perempuan Indonesia.



Itu mengapa, perempuan sangat penting untuk masuk dalam proses pengambilan kebijakan publik terutama dalam hal-hal yang menentukan nasibnya. Apalagi dominasi laki-laki dalam kancah perpolitikan di Indonesia ternyata berkontribusi dalam peminggiran isu-isu perempuan: dimana para laki-laki yang mendominasi lembaga legislatif baik di tingkat lokal hingga nasional, umumnya kurang sensitif pada kebutuhan perempuan.


Namun menggerakkan perempuan untuk terjun dalam dunia politik juga bukanlah hal yang mudah, faktor tradisilah yang kerap membuat perempuan enggan. Stigma bahwa kesibukan perempuan di ruang publik yang lalu menelantarkan tugasnya di ruang domestik, dan masalah money politic yang masih kuat di Indonesia, membuat perempuanpun beranggapan politik itu kotor. Padahal semakin sedikitnya perempuan yang terjun dalam dunia politik berdampak pula kepada suasana parlemen yang sangat “laki-laki” dan tidak pro perempuan.


Akibat dari menarik dirinya perempuan dari dunia politik, aspirasinya lalu kian tidak terepresentasikan: angka kematian ibu melahirkan yang masing sangat tinggi, diskriminasi upah, tingginya kasus kekerasan berbasis gender, dan seterusnya hingga merambat ke dunia politik lagi. Hasil Pemilu tahun 2004 misalnya menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan hanya mencapai 11,6 %, meski sudah ada ketentuan tentang tindakan khusus sementara (TKS) atau kuota 30% yang tertuang dalam pasal 65 (1) UU Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum.


Karenanya Lembaga Partisipasi Perempuan menyadari informasi tentang pentingnya peran perempuan dalam dunia politik terus masih harus disosialisasikan sekaligus menjawab pertanyaan mengapa partispasi perempuan di semua level pengambilan kebijakan sangatlah penting. Lembaga Partisipasi Perempuan sendiri akan sangat gembira apabila dapat membantu dan bekerja sama dengan KPU dalam rangka memantau dan memastikan bahwa peraturan dalam UU Pemilu yang baru berkaitan dengan perempuan benar-benar dilaksanakan.


Selain itu berjejaring dengan Koalisi NGO yang melakukan pemantauan dan persiapan Pemilu 2009 serta berjejaring dengan ANSIPOL (Aliansi Masyarakat Sipil untuk Revisi UU Politik) terus kami lakukan. Dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati tiap tanggal 20 Mei misalnya, Lembaga Partisipasi Perempuan bersama dengan ANSIPOL dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI akan mengorganisir aksi damai dengan tema “Kebangkitan Politik Perempuan” yang melibatkan seluruh perempuan partai. Kami sangat menyadari bahwa berkampanye sambil mendiseminasikan informasi agar perempuan bersiap diri menghadapi Pemilu 2009 menjadi salah satu momentum yang tepat, tidak hanya dalam rangka Peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun ini, namun juga seterusnya dalam kehidupan berbangsa yang terus mengupayakan terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkeadilan gender.

Tidak ada komentar: