Senin, 28 April 2008

Partisipasi Perempuan dalam Gerakan Lingkungan Hidup

Latifah

Di banyak daerah, perempuan memang berada di garda depan dalam perjuangan menjaga kelestarian lingkungan hidup, contohnya Ibu Diana yang menentang eksploitasi tambang di Kalimantan. Namun, secara umum partisipasi perempuan dalam membicarakan dan mengambil keputusan tentang lingkungan hidup masih rendah. Hal ini mengemuka dalam diskusi “Perempuan dan Lingkungan” di Pendopo Dusun Tembi, Yogyakarta, pada Jumat (18/4). Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian acara Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup Indonesia (PNLH) X.

Seorang peserta dari Walhi Sulawesi Tenggara bercerita bagaimana perempuan jarang terlibat dalam diskusi lingkungan di kampung-kampung di daerahnya. Ia mengakui bahwa hal ini tidak terlepas dari kekurangan Walhi sendiri, “Ternyata yang salah Walhi-nya, yang kurang punya alat untuk mengumpulkan/mengorganisasi perempuan.” Pernyataan senada dikemukakan oleh peserta dari Walhi provinsi lain yang berpendapat bahwa upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan sulit terwujud bila tidak ada pendidikan politik.

Di sisi lain, seperti yang dikemukakan Damairia Pakpahan, aktivis feminis asal Yogyakarta, perspektif gender dinilai masih rendah dalam kepengurusan Walhi, yang setidaknya tampak dari pemaparan visi para kandidat Ketua Walhi. Perspektif perempuan yang masih dianggap kurang penting dalam Walhi juga terlihat dari sedikitnya peserta, khususnya laki-laki, yang menghadiri diskusi ini dibanding total peserta PNLH karena acara ini hanya menjadi acara pilihan. Karena itu, Damairia mempertanyakan gender audit di Walhi.

Menjawab persoalan ini, Farasofa dari Walhi mengungkapkan bahwa dalam periode sekarang ini sudah terbentuk kelompok kerja gender sebagai wujud komitmen organisasi untuk menciptakan gender justice. Lebih lanjut, mengenai strategi perempuan menghadapi ancaman kerusakan lingkungan, Farasofa memaparkan beberapa poin penting: perlunya gerakan yang sukses, tidak konfrontatif, tapi menyentuh esensi;
Memperjuangkan keberlangsungan hidup perempuan; perubahan perspektif menjadi “perspektif berkecukupan” seperti yang dikemukakan Vandana Shiva; dan membangun solidaritas serta partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.

Tidak ada komentar: